Walikota Solo, Joko Widodo dan Wakil Walikota Solo, Hadi Rudyatmo menaiki gethek sambil melambaikan tangan saat menyusuri Sungai Bengawan Solo di tengah acara Bengawan Solo Gethek Festival, Minggu (20/11). TEMPO/Andry Prasetyo
Laki-laki itu berdiri di atas sebuah rakit bambu yang sedang menyusuri Sungai Bengawan Solo. Rakit berjalan pelan, dengan dorongan arus Bengawan Solo dan kayuhan dari pengayuh rakit atau yang biasa disebut satang.
Baju lurik bergaris coklat yang dipakainya sengaja tidak dikancingkan, memperlihatkan tubuhnya yang kurus. Celana panjang hitam dan blangkon hitam melengkapi penampilannya. Tak ketinggalan, sepasang sandal karet yang talinya diikatkan di pergelangan kaki.
Laki-laki itu, Wali Kota Surakarta Joko Widodo atau Jokowi, sedang mengikuti festival gethek atau rakit bambu di Bengawan Solo. Dia menyebut dirinya Jokowi Tingkir. “Saya berperan sebagai Joko Tingkir. Yang saat itu menggunakan rakit di Bengawan Solo sebagai alat transportasi utama masyarakat dan untuk perdagangan,” jelas Jokowi di Taman Ronggowarsito, Jurug, Minggu, 20 November 2011.
Joko Tingkir yang memiliki nama kecil Mas Karebet, adalah salah seorang tokoh yang pernah tinggal di Solo. Setelah berguru ke Sunan Kalijaga, dia mendirikan Kerajaan Pajang dan bergelar Sultan Hadiwijaya.
Jokowi beserta 40 kelompok lainnya baru saja selesai menyusuri Bengawan Solo dari daerah Semanggi menuju Jurug, sejauh sekitar 5 kilometer. Rakit yang digunakan terbuat dari bambu, yang dibawahnya dilengkapi dengan ban. Ada rakit yang membawa buah-buahan dan sayur mayur-seperti yang digunakan Jokowi, ada pula yang membawa seperangkat gamelan.
Kepala Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Surakarta Widdi Srihanto menambahkan dari 40 kelompok yang turut dalam festival gethek Bengawan Solo, terbagi dalam 5 jenis profesi. Yaitu prajurit, seniman, ulama, pedagang, dan bangsawan. “Kelompok masyarakat itulah yang dulu di abad ke-18 sering melintasi Bengawan Solo,” katanya. Festival gethek pertama ini akan dijadikan agenda tahunan.
Jokowi menyebut jika di masa lalu Bengawan Solo sebagai pendukung utama transportasi dan perdagangan, maka di masa depan bisa dikembangkan sebagai sarana pariwisata. Apalagi ada beberapa perajin rakit bambu di bantaran Bengawan Solo.
“Festival ini sekaligus mengingatkan bahwa keberadaan Bengawan Solo harus dirawat dengan menjaga kebersihannya dan tidak membuang sampah sembarangan,” harapnya.
UKKY PRIMARTANTYO
0 komentar:
Posting Komentar